Wednesday, May 23, 2007

Berjuang untuk bahagia

Pernikahan mulai menjadi sesuatu yang menakutkan bagi sebagian orang.
Setidaknya bagi perempuan aktivis pejuang kesetaraan jender.
Bagaimana tidak dalam beberapa waktu belakangan ini KDRT banyak mencuat di media massa
Kasus penganiayaan suami terhadap istri sudah sangat mengerikan
Ulasan kasus yang diberikan oleh aktivis hampir sama karena tidak adanya posisi tawar sang istri menjadi penyebab tingginya KDRT di Indonesia.
Alasannya istri secara ekonomi bergantung pada suami
padahal pada banyak kasus KDRT justru dipicu oleh kondisi suami yang tanpa penghasilan??
Artinya menurut saya justru budaya dan cara berpikir yang harus disalahkan
Ketika menikah seorang baik istri maupun suami merasa perempuan (istri) telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk suami hanya karena telah memberi mahar dan kewajiban menafkahi istri.
Padahal hanya kepada Allah sang pencipta kita pantas berserah diri.
Dan tidak ada hubungan antara kewajiban mahar dan nafkah dengan kewajiban kepatuhan seorang istri pada suaminya.
Bahkan dogma agama menjadi legalisasi atas kekerasan yang dilakukan suami pada istrinya.
Padahal tidak ada hubungan juga antara kepatuhan istri dengan penunjukan laki-laki sebagai pemimpin dalam rumah tangga.
Adakah alasan yang pasti dari penunjukan ini ?????
Wallahu a'lam bisshowab......
Karenanya tidak perlu dikaitkan antara penunjukan laki-laki sebagai kepala keluarga dengan pemberian kekuasaan suami atas intrinya....
karena hakekatnya tidak ada satu manusiapun yang berkuasa atas manusia yang lain.
Tidak suami kepada istri , ataupun orang tua kepada anak.
Kembali ke pernikahan.....
Beberapa teman yang belum menikah mengatakan saat ini tidak ada laki-laki / perempuan yang cocok (pantas) menjadi pasangannya....
Lalu dengan bergurau saya menjawab sekarang semua gak ada yang pantas menjadi pendamping nanti kalau udah tua dan sendirian jangan-jangan kamu yang gak pantas buat semua orang. hehe....
Semua beralasan belum siap mengorbankan kesenangan untuk pasangan apalagi anak.
Lalu saya berpikir berapa besar kebahagiaan saya dulu sebelum menikah yang hilang karena pernikahan?????
Tentu jawabnya banyak.... tapi pertanyaanya tidak berhenti sampai disitukan???? Tapi bersambung dengan
Berapa banyak kebahagiaan baru yang saya peroleh dari pernikahan ?????
Jawabnya juga Banyak sekali.
Masalahnya adalah seimbangkah keduanya????? kalo seimbang maka tidak salah jika banyak orang enggan menikah ..... Namun jika kebahagiaan yang diperoleh setelah menikah lebih besar tentu tidak rugi donk!!!
Namun yang sering terlupakan adalah kebahagiaan membutuhkan usaha untuk meraihnya.....
Kadang dia tidak datang begitu saja,
Karena hidup adalah perjuangan maka Perempuan ......berjuanglah untuk bahagia.........
Apapun itu dan siapapun anda berjuanglah untuk memperoleh kebahagiaan sejati.....

No comments: